Feeds:
Posts
Comments

Archive for July, 2009

Jesus answered, “I am the way and the truth and the life. No one comes to the Father except through me.””

— John 14:6

We often hear people say, “Whatever may happen next, it should be the best from God for this nation,” or “Whatever comes out of this presidential election, that would be God’s best choice for this people (nation).” Sometimes, this kind of thought is expressed in the form of, “God has heard the cry of this nation (people) and He responded.” The question is, “Which God?”  “Which God do these statements refer to?”

If you confront the above statements with these question, you are actually risking yourself of being called arrogant, selfish, lack of tolerance, have little love, too hard on people and so on.   People want you to be moderate and compromising to certain extent.   Even some Christians would be willing to reduce the totality of any verses in the Bible to show what they call ‘tolerance’ and ‘loving’ to other people, especially to the non-Christians.

If the above statements come from non-Christians people, I don’t see any problem whatsoever as far as Christian faith is concerned.  I just don’t believe it, period.  It becomes a problem when it comes from anybody who is a Christian or any non-Christians who try to compel me to accept that concept for the sake of tolerance and love.  You may refer to any or as many gods as you like and come up with whatever concept that may suit you or may please certain groups of people.

But, when it comes to the God of Abraham, Isaac and Jacob – the God of Israel, then the very strong verse of John 14:6 strictly applied.   But first of all, let’s be reminded that God of Israel has once proclaimed through the prophet Isaiah that,

“Remember the former things, those of long ago; I am God, and there is no other; I am God, and there is none like me.” (Isaiah 46:9)

Without any intention whatsoever to being arrogant, intolerance or lack of affection any true Christian or Jew is left with no other option but to believe and to hold fast to this truth – “there is no other God!” Consequently, based on the truth of Christian faith, anything that is not related to or not referred to the God of Israel (hope, cry, prayer, worship, etc) is in vain.   This truth is not a product of human wisdom but comes out of the loving heart of the true God Himself.

Have you ever found any egotistical manner, lack of tolerance or lack of love (to people) in Jesus?  Jesus is the manifestation of God’s love to all mankind.   There is no other greater love ever performed in heaven and on earth as the love of Jesus that was fully displayed on Calvary.  His care for the poor and weak is far greater than that of a very loving mother to her own baby.  And yet, Jesus claimed to be the only way to the true God.   You’ll never find any sort of compromise in there but the truth, the life and the magnificent love.  In his unfailing love, Jesus seems to said “come through Me that you may find My Father.”  “Without Me, your hope, your cry and your prayer are in vain.”

Now, some of us may argue that this very verse of John applies only in the time after we die.   This means that in this life, anybody can talk to God and ask for what is needed without even knowing who Jesus is.  The fact supporting this thought is that there are many people who do not believe in Jesus but have good lives.  These people can become very rich and healthy, are highly educated and success, as if God has heard their prayer and responded accordingly.  Some Christians can even use the Word of Jesus saying, “that you may be sons of your Father in heaven. He causes his sun to rise on the evil and the good, and sends rain on the righteous and the unrighteous,” (Mathew 5:45) to back up this kind of idea.  Then, maybe…just maybe it’s better to consider Jesus’ word when we’re about to leave this life.   The problem is, we just don’t know when!

Unfortunately, when we think of all of God’s creation He’s been so faithfully taking care of, then how may we be different from a bunch of wild flowers on a remote hillside or from a group of wild beast running in the wilderness?   Has God been so fool to send His Only Son to die for a mass of ‘a little higher creature than plants and animals’ we call human?   Jesus is sinless and He does not tell a lie.   When He said, “I tell you the truth, my Father will give you whatever you ask in my name,” (John 16:23b) He also implicitly said, “I tell you the truth, my Father will NOT give you whatever you ask NOT in my name.” One thing better remembered is, “If the devil can say to Jesus, “All this [all the kingdoms of the world and their splendor] I will give you, if you will bow down and worship me”” (see Matthew 4:8-9), how much more can he tempt us?    Devil can make us rich, bring us to success, restore our health, and so on as if they are all God’s blessing.  In the end, he will show his real face of a deceiver, a robber and a killer, but it’s always too late to know.

As the only Creator of this universe, it is obvious that God is in control of everything.  Nothing happens without God’s permission.   But, we have to be able to distinguish the things God ‘allows’ them to happen from those God ‘wants’ them to take place.   God wants all people to be saved with Him in heaven but He allows those who choose to go to hell instead.   God want you to pray and ask Him, but He allows you to ask a psychic like Saul and go astray.   With this kind of concept, we may be spared from making God as our escape goat for our miscalculations and wrong decisions by saying, “they were His will”.

Egypt prospered while other countries were stricken by famine because of Joseph (Genesis 41).   Babylon was blessed because of the obedience of Daniel and his friends.  So, never let it occurs in our minds that these nations were blessed because God had answered the prayers of the Pharaoh and Nebuchadnezzar, who served other gods.  God turned the evil plot of Joseph’s brothers to bring him to his ‘God given dream’  and to save one nation – the children of Israel, and not to enriched Egypt.  Remember the famous bargaining between Abraham and God?  If there were only ten righteous people in that city of Sodom, then God would not destroy it.   In the same manner, this truth is applied today.  Nations and countries are blessed and are not destroyed because of few faithful children of God who pray and approached Him continually through Jesus Christ.

Again, Jesus’ Word, “No one comes to the Father except through me,” leaves no other options nor interpretations.  Without Jesus, you find NO true God!

JESUS-3

“Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.””

–Yohanes 14:6

Kita sering mendengar orang berkata, “Apapun yang akan terjadi nanti, itulah yang terbaik dari Allah bagi bangsa ini,” atau “Apapun hasil dari pemilihan presiden ini, itu adalah pilhan Allah yang terbaik bagi bangsa ini.” Terkadang pula, dasar pemikiran seperti ini muncul di dalam bentuk, “Tuhan sudah mendengar jeritan bangsa ini dan Ia menjawab.” Pertanyaanya adalah, “Allah yang mana?”   “Allah manakah yang dimaksudkan dengan pernyataan-pernyataan ini?”

Jika Anda menentang pernyataan-pernyataan di atas dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Anda sedang menghadapi risiko dicap sebagai orang yang angkuh, mau menang sendiri, miskin toleransi, miskin kasih, terlalu keras kepada orang, dan sebagainya.  Orang mau supaya sampai batas-batas tertentu Anda harus bersikap moderat dan kompromi.  Sebagian orang Kristen malahan rela untuk mengurangi kemutlakan ayat-ayat tertentu di dalam Alkitab untuk memamerkan apa yang mereka sebut sebagai ‘toleransi’ dan ‘mengasihi’ terhadap orang lain, terutama terhadap mereka yang bukan Kristen.

Jika pernyatan-pernyataan yang kita sorot di atas datang dari mereka yang bukan Kristen, saya tidak melihat adanya masalah dalam hubunganya dengan iman Kristen di sana.  Saya Cuma tidak perlu mempercayainya, titik.  Hal ini menjadi masalah jika pernyataan-pernyataan tersebut datang dari mereka yang bukan Kristen, yang berusaha memaksa saya untuk menerima konsep tersebut demi toleransi dan kasih.  Anda boleh merujuk ke sembarang allah, berapapun banyaknya, dan muncul dengan konsep apapun yang cocok untuk Anda atau yang menyenangkan kelompok orang  tertentu.

Tetapi, jika menyangkut Allah Abraham, Isak dan Yakub – Allah Israel, maka pernyataan tegas dari Yohanes 14:6 akan harus diberlakukan.  Sebelumnya, ada baiknya kita diingatkan bahwa Allah Israel telah pernah menyatakan melalui nabi Yesaya bahwa,

“Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, (Yesaya 46:9)

Tanpa bermaksud untuk menjadi angkuh, tidak toleransi, atau kurang mengasihi, seorang Kristen atau Yahudi yang benar tidak punya pilihan lain selain percaya dan memegang teguh kebenaran ini, bahwa “tidak ada Allah lain.” Karena itu, berdasarkan kebenaran iman Kristen, segala sesuatu yang tidak berkaitan atau yang tidak diarahkan kepada Allah Israel (harapan, jeritan, doa, pujian, dll) akan sia-sia. Kebenaran ini bukan cetusan hikmat manusia tetapi lahir dari hati yang penuh kasih dari Allah yang benar.

Apakah Anda pernah menemukan sikap Yesus yang menunjukkan sifat ego, tidak bertoleransi dan tidak mengasihi orang lain?   Yesus adalah penyataan kasih Allah kepada umat manusia!   Tidak ada kasih lebih besar yang pernah dinyatakan di surga maupun di bumi, seperti kasih Yesus yang dinyatakan penuh di bukit Golgota.  Perhatian-Nya kepada mereka yang miskin dan lemah lebih besar dari kasih seorang ibu yang baik kepada bayinya sendiri.   Demikianpun, Yesus menyataakan diri-Nya sebagai satu-satunya jalan kepada Allah yang benar.   Anda tidak akan menemukan secuil kompromi dari pernyataan ini, tetapi kebenaran, hidup dan kasih yang luar biasa.  Oleh kasih-Nya yang tak kunjung padam itu, Yesus seakan berkata, “Datanglah melalui Aku maka engkau akan menemukan Bapa-Ku.”   “Tanpa Aku, harapanmu, jerit-tangismu dan doamu akan sia-sia.“

Beberapa orang di antara kita munkin akan berpikir bahwa ayat ini hanya berlaku setelah kita meninggal.  Artinya, di dalam hidup yang sekarang ini setiap orang dapat berbicara kepada Allah dan menyampaikan kebutuhannya tanpa mengenal Yesus sekalipun.  Butki yang mendukung pemikiran ini adalah bahwa banyak orang yang tidak percaya Yesus tetapi memiliki kehidupan yang baik.  Mereka dapat menjadi sangat kaya dan sehat, berpendidikan tinggi dan sukses, layaknya Allah mendenga doa mereka dan menjawab dengan penuh kemurahan.   Sebagian orang Kristen malah bisa menggunakan Firman Yesus yang mengatakan, “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar,” (Matius 5:45) untuk mendukung pemikiran seperti ini.   Lalu, mungkin…hanya mungkin ada baiknya untuk mempertimbangkan ucapan Yesus tersebut, ketika kita akan meninggalkn kehidupan ini.  Masalahnya adalah, kita tidak tahu kapan!

.

Sayangnya, jika kita berpikir tentang semua ciptaan Allah yang sudah dengan setia dipelihara-Nya, lalu di mana bedanya kita dengan serumpun bunga liar di punggung bukit terpencil atau dari sekelompok hewan liar yang berlari bebas di belantara?   Apakah Allah telah menjadi demikian bodoh sehingga mengirimkan Anak-Nya untuk mati bagi sekelompok ciptaan yang hanya sedikit lebih tinggi dari tumbuhan dan binatang, yang kita sebut manusia?   Yesus tidak berdosa dan Ia tidak pernah berdusta!   Ketika Ia berkata, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku,” (Yohanes 16:23b) Ia juga berkata, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, TIDAK akan diberikan-Nya kepadamu JIKA TIDAK dalam nama-Ku.” Suatu hal yang sebaiknya diingat adalah bahwa, “Jika iblis dapat berkata kepada Yesus, “Semua itu [kerajaan dunia dengan kemegahannya] akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku,” (lih. Matius 4:8-9), maka betapa lebihnya ia dapat mencobai kita?  Iblis bisa membuat kita kaya, menghantarkan kita kepada keberhasilan, memulihkan kesehatan kita, sedemikian rupa, sehingga terlihat seperti semua itu adalah berkat dari Allah.  Pada akhirnya, dia akan memperlihatkan wajahnya yang asli sebagai penyesat, perampok dan pembunuh, tetapi kenyataan ini bisasanya datang ketika sudah terlambat.

Sebagai Pencipta Tunggal dari jagad raya ini, sudahlah tentu bahwa Allah memegang kendali atas segala sesuatu.   Tidak ada sesuatupun yang terjadi di luar izin-Nya.  Begitupun, kita harus mampu untuk membedakan antara hal-hal yang Allah ‘izinkan’ terjadi dan hal-hal yang Allah ‘inginkan’ terjadi.   Allah ingin agar semua orang diselamatkan bersama-Nya di surga, tetapi Ia mengizinkan mereka yang memilih untuk tinggal di neraka.  Allah ingin agar Anda berdoa dan meminta dari-Nya, tetapi Ia mengizinkan atau membiarkan Anda menanyakan peramala seperti Saul dan disesatkan.  Berdasarkan pemikiran seperti ini, kita akan terhindar dari menjadikan Allah sebagai kambing hitam dari kesalahan strategi dan keputusan kita, dengan mengatakan, “itu memang sudah kehendak Allah.”

Mesir makmur sementara negari-negeri lain diganjar kelaparan, sebab Yusuf ada di sana (Kejadian 41).  Babel diberkati karena kepatuhan Daniel dan kawan-kawan (Daniel 1).  Karena itu, jangan pernah birkan gagasan ini muncul di dalam pikiran Anda bahwa Mesir dan Babel diberkati sebagai jawaban Allah atas doa Firaun dan Nebukadnezar, yang menyembah allah-alah lain.   Allah mengubah rencana jahat saudara-saudara Yusuf untuk membawanya kepada mimpi yang Allah berikan kepadanya dan untuk menyelamatkan satu bangsa – umat Israel, dan bukan untuk memakmurkan Mesir (Kejadian 50:20).    Ingatkah Anda pada peristiwa tawar-menawar yang terkenal antara Abraham dengan Allah?   Jika ada sepuluh orang benar di kota Sodom, maka kota itu tidak akan dihancurkan Allah.  Kebenaran ini berlaku sampai sekarang!  Bangsa-bangsa dan negara-negara diberkati dan tidak dimusnahkan karena adanya segelintir anak-anak Allah yang setia di dalamnya, yang terus-menerus berdoa kepada Allah melalui Yesus Kristus.

Sekali lagi, Firman Yesus, “Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku,” tidak memberikan pilihan atau tafsiran lain.  Tanpa Yesus, Anda tidak akan menemukan Allah yang benar!

Read Full Post »

When confronted by the people concerning an woman caught in adultery, Jesus answered, “If any one of you is without sin, let him be the first to throw a stone at her” (John 8:7).  Then, after all had left without punishing her, He said to the woman,  “Then neither do I condemn you,” … “Go now and leave your life of sin.” (John 8:11)

This phenomenon clearly demonstrates several important things of Jesus.  If any of us happen to make the above rule, what would our sentence sound?  It would sound, “If any of us is without sin, let him be the first to throw a stone at her.” Here, by using the word ‘you’, Jesus excluded Himself from the rule.  He is sinless and nobody seemed to argue with that.

The words, “neither do I condemn you” is related to the word ‘want’ instead of ‘can’.  If there were several people who are without sin, then they may have been given the right to execute the punishment according to the law of Moses.  They are executors but are not judges.  If Jesus said, “neither do I stone you”, then He is no more than an eligible executor of the law of Moses.  But, by saying, “neither do I condemn you,” Jesus had placed Himself at least equal to the law of Moses.  But, the following words of Jesus put Himself above the law of Moses.  By saying “Go now and leave your life of sin,” Jesus had cancelled the indictment of the law of Moses on the woman and apparently exercised His authority to surpass the law by granting the woman a remission and giving her an order to leave her sinful life.

Does this event not remind us of one of Jesus’ famous words claiming that, “…the Son of Man has authority on earth to forgive sins…” (Matthew 9:6)?  Many prophets had been witnessed to announce both punishments and redemptions of God to some unrighteous people, but they did so according to God’s will.  None of them had ever said anything on their own.   They were chosen and sent by God to be His representatives but had never been given the right to forgive sins on their own.

In many occasions, Jesus announced Himself as “the one God has sent.” (see John 6:29).  Even though this may place him at the same rank as the other prophets, we would often find circumstances like this when Jesus appeared to be more than just a messenger or a prophet.   He canceled the condemnation of the law of Moses and grant a forgiveness to a sinful woman caught red handed in adultery without even asking for an approval or a permission from God.  While Jesus is so famous for being low profile, humble and honest, He often acted as if He is God Himself.  Did He not?   Now, when we put some more thoughts on this paradox, as it may seem, we will be able to go deeper to touch the basic principle of His word, “I and the Father are one.” (John 10:30)

Finally, if this phenomenal Jesus stood firmly before the multitude and said,

“I told you that you would die in your sins; if you do not believe that I am the one I claim to be, you will indeed die in your sins.” (John 8:24),

then, Who do you think Jesus really is?

Jesus-Heaven

Ketika didesak oleh sekelompok orang tentang seorang wanita yang kedapatan berzina, Yesus menjawab: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yohanes 8:7)   Setelah semuanya pergi tanpa melempari wanita tersebut, Yesus berkata kepadanya, “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yohanes 8:11)

Kejadian ini menampakkan beberapa hal penting tentang Yesus.  Jika seseorang dari kita membuat aturan di atas, bagaimanakah bunyi kalimat kita?  Kita akan mengatakan, “Jika ada di antara kita yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Di sini, dengan menggunakan kata ‘kamu’, Yesus menempatkan diri-Nya di luar ketentuan tersebut, sebab ia tidak berdosa dan tidak ada yang mampu membantah kenyataan tersebut.

Ungkapan, “Akupun tidak menghukum engkau” di sini berhubungan dengan masalah ‘ingin’ atau ‘akan’ dan bukan ‘bisa’.   Jika pada saat itu ada beberapa orang tidak berdosa, maka mereka akan mendapatkan hak untuk mengeksekusi hukuman yang sesuai dengan hukum Musa.  Mereka adalah sekedar pengeksekusi dan bukan hakim.  Jika Yesus menhatakan, “Aku juga tidak akan melempar engkau, maka Ia tidak lebih dari pengeksekusi hukum Musa juga.  Tetapi dengan mengatakan, Akupun tidak menghukum engkau,” Yesus telah menempatkan diri-Nya paling tidak sejajar dengan hukum Musa.  Tetapi, ucapan berikutnya menempatkan Yesus di atas hukum Musa.  Dengan mengatakan, Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang,” Yesus membatalkan tuntutan hukum Musa atas perempuan tersebut dan sepertinya menjalankan kuasa-Nya untuk melampaui hukum Musa dengan memberikan pengampunan kepadanya dan memerintahkan dia untuk tidak berbuat dosa lagi.

Apakah kejadian ini tidak mengingatkan kita keada salah satu ucapan Yesus yang terkenal, “…di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” (Matius 9:6)?  Banyak nabi tercatat telah mengumumkan hukuman dan pengampunan kepada orang-orang berdosa, tetapi hal ini mereka lakukan menurut perintah Allah.  Tidak pernah ada satu nabipun yang berkata-kata dari dirinya sendiri.  Mereka dipilih dan diutus Allah sebagai utusan-Nya, perwakilan-Nya, tetapi mereka tidak pernah diberikan hak untuk mengampuni dosa sekehendak mereka.

Di dalam banyak peristiwa, Yesus menyebut diri-Nya sebagai “Dia yang telah diutus Allah.” (lihat Yohanes 6:29).   Walaupun istilah ini menepatkan Yesus sejajar dengan para nabi, kita sering temukan situasi tertentu di mana Yesus terlihat lebih dari sekedar seorang utusan Allah atau seorang nabi.   Ia membatalkan hukuman berdasarkan hukum Musa dan memberikan pengampunan kepada wanita yang tertangkap sedang berzina, tanpa meminta persetujuan atau izin Allah.   Sementara Yesus dikenal sebagai seorang yang tidak sukan ditonjolkan, rendah hati, dan jujur, Ia sering bertindak seperti Dia-lah Allah sendiri.  Iya kan?  Sekarang, jika kita bawa paradox ini ke dalam renungan kita lebih jauh, kita akan manemukan dasar kebenaran dari ucapan Yesus, “Aku dan Bapa adalah satu.” (Yohanes 10:30)

Pada akhirnya, jika Yesus yang luar biasa ini berdiri kokoh di hadapan orang banyak dan berkata,

“Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.” (Yohanes 8:24),

maka Menurut Anda, siapakah Yesus sebenarnya?

Read Full Post »